Langsung ke konten utama

Minyak Goreng dan Pengkhianatan Cinta

 Oleh : Majid Himawan


Sumber: https://thinksuperior.wordpress.com/tag/rakyat-menderita/

Suatu siang yang amat terik tak membuat bu Wati mengurungkan niat untuk berbelanja bahan-bahan untuk jualan gorengannya. List daftar perbelanjaan sudah ia catat betul di kertas kusam bertuliskan “dokumen negara bersifat rahasia” ia dapatkan dari bungkus tempe yang dibelinya di pasar seminggu lalu.

Jarak rumah menuju ke pasar sekitar satu kilometer saja, ditempuhnya hanya dengan berjalan kaki, maklum ongkos naik ojek sudah bisa untuk membeli wortel untuk campuran adonan bakwan yang ia jual.

Setelah sampai di pasar satu persatu belanjaan yang ia perlukan terbeli, tingal minyak goreng yang ia butuhkan untuk menggoreng dagangannya tersebut. Tapi di tiap-tiap kios langgananya tak satupun menjual karena langka. Saat bu Wati bertanya pada penjual, mereka menjawab tidak ada pasokan dari distributor.

Hari berganti minggu berlalu, minyak mulai ada, tapi harus antri. Beli di waktu tertentu dengan jumlah terbatas, bu Wati bergegas ikut mengantri di sebuah toko yang menyediakan, desak sesak panas tak jadi masalah, yang penting minyak goreng segera didapati.

Nasib malang dialami bu Wati, antri panjang berjam-jam tak membuahkan hasil, dia tidak kebagian satu literpun minyak goreng. Pulang lesu penuh kesedihan dia lantas menyalakan tv, mendengar berita salah satu perempuan mantan pemimpin negeri berujar “saya heran ibuk-ibuk itu kenapa sibuk antri minyak goreng, emang gak bisa direbus, dikukus bla bla bla sambil terus  menyalahkan rakyat”.

Dalam fikirnya,” lantas tempe ku harus kurebus untuk dijual? Bakwanku harus ku kukus ? aku ini jualan gorengan nyonya !” gumamnya dalam hati...

Bagaimana tidak ? gorengan itu salah satu makanan favorit rakyat kita, apa apa digoreng, bahkan kubis yang tak dianggap saat orang makan pecel lele saja seketika menjadi primadona kekinian setelah kubis digoreng. Sungguh terlalu !

Hati bu Wati hancur, sosok pemimpin yang harusnya berempati pada kesusahan rakyat malah lantang “julid” pada rakyat, pemimpin yang partainya selalu ibu Wati pilih karena jargonnya pro “wong alit” yang setiap pemilu ia coblos, yang beberapa dekade silam mengatasnamakan rakyat sambil berurai air mata menentang kenaikan harga BBM dan kebijakan lain, kini mengkhianati bu Wati dengan tega.

Seketika bu Wati juga menyadari, dia bukanlah anak presiden, yang tidak pernah hidup susah, merasakan antrian sembako atau kekurangan makan, dia terlahir dari rakyat kecil. Bu Wati juga sadar politisi tidak akan mengenyangkan dia dan keluarganya, di negara ini, dia hanya bergantung pada ikhtiarnya dan kasih sayang dari Tuhan. Tak ada janji manis dari parpol atau politisi yang bisa dia percayai, kesetiaannya tiap pemilu untuk memilih mereka dibalas dengan tuba.

Pada akhirnya cinta bu Wati pada parpol tersebut hilang seperti minyak goreng yang juga hilang entah kemana.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Anak Kecil dan Iqro Jilid Empat

Oleh: Majid Himawan Sumber: Dokumen pribadi Menggala Tulang bawang siang ini terasa  begitu terik, saya cek di google suhu cuaca tertulis sekitar 37 derajat. Semangat untuk keluar mencari cucian mobil hampir pupus, namun karena sudah berminggu-minggu tidak di mandikan saya paksakan untuk tetap mencucikan kendaraan tersebut. Sebagai orang yang tergolong baru sekitar 4 bulan tinggal di lingkungan Menggala, saya masih harus menghafal tempat-tempat kebutuhan penting, termasuk tempat cucian ini. Walaupun saya pernah melintas, tapi jam bukanya pun saya belum hafal. Kebiasaan disini awal ramadhan semua toko dan tempat penyedia jasa tutup, termasuk tempat cucian ini yang beberapa hari lalu membuat saya kecilik . Baru duduk menunggu kendaraan di cuci, datang anak kecil usia sekitar empat sampai lima tahun. Dari logatnya dia orang lampung asli, hal inilah yang membuat komunikasi kami agak sedikit susah Sumber: Dokumen pribadi Sambil duduk memakan coklat dia bilang pada saya dengan menengadahkan

Doa Untuk Korban Bencana Gempa Turki dan Suriah

 Sumber foto : https://www.google.com/amp/s/www.cnnindonesia.com/teknologi/20230209070529-199-910769/benarkah-gempa-turki-buatan-manusia/amp Melihat berita tentang dahsyatnya bencana alam yang terjadi di Turki dan Suriah membuat saya menjadi sedih dan berduka, lewat timeline di Twitter maupun Youtube melihat beberapa video penyelamatan begitu mengharukan. Dalam benak ini teringat satu nama, Hasnan Nahar adik kelas ketika nyantri di Mu'allimin Muhammadiyah sekaligus adik tingkat di UIN Sunan Kalijaga yang sedang menempuh pendidikan di Turki. Saya bergegas membuka platform Instagram untuk mengirim pesan padanya, bersyukur ia dan rekan-rekan pelajar Indonesia di sana dalam kondisi aman dan baik. Ia hanya meminta selalu didoakan untuk keselamatannya. Hati sayapun sedikit tenang walaupun masih tersayat melihat bencana tersebut. Setiap ada bencana saya selalu kembali sadar dan merasa kecil, karena manusia itu bukan apa apa di hadapan Allah. Jika Allah berkehendak apapun bi

Hikmah Di Balik Ketidaktahuan!

Sebuah Hikmah Di Balik Ketidaktahuan! Mungkin para pembaca sudah pernah membaca tulisan semacam ini, namun penulis mencoba menyegarkan kembali dengan cara penyampaian yang penulis bisa lakukan. Sebuah hikmah dari ketidaktahuan. Beberapa tahun yang lalu, ketika penulis membuka media sosial facebook. Muncul sebuah share positif di beranda penulis dengan judul “dibalik ketidak tahuan”. Kurang lebih narasinya adalah sebagai berikut: Seorang Nabi Nuh belum tahu akan terjadi banjir yang besar saat beliau diperintahkan untuk membuat perahu.   Nabi Ibrahim belum tahu akan tersedia Domba ketika Pisau nyaris memenggal Buah hatinya. Nabi Musa belum tahu Laut terbelah saat dia diperintah memukulkan tongkatnya. Yg Mereka Tahu adalah bahwa Mereka harus Patuh dan Taat kepada Perintah Allah dan tanpa berhenti berharap yg terbaik. Ternyata dibalik KETIDAKTAHUAN kita, Allah telah menyiapkan Kejutan ! SERINGKALI Allah berkehendak di detik-detik terakhir dalam pengharapan dan ketaatan hamba