Langsung ke konten utama

Anak Kecil dan Iqro Jilid Empat





Oleh: Majid Himawan
Sumber: Dokumen pribadi

Menggala Tulang bawang siang ini terasa  begitu terik, saya cek di google suhu cuaca tertulis sekitar 37 derajat. Semangat untuk keluar mencari cucian mobil hampir pupus, namun karena sudah berminggu-minggu tidak di mandikan saya paksakan untuk tetap mencucikan kendaraan tersebut.

Sebagai orang yang tergolong baru sekitar 4 bulan tinggal di lingkungan Menggala, saya masih harus menghafal tempat-tempat kebutuhan penting, termasuk tempat cucian ini. Walaupun saya pernah melintas, tapi jam bukanya pun saya belum hafal. Kebiasaan disini awal ramadhan semua toko dan tempat penyedia jasa tutup, termasuk tempat cucian ini yang beberapa hari lalu membuat saya kecilik.

Baru duduk menunggu kendaraan di cuci, datang anak kecil usia sekitar empat sampai lima tahun. Dari logatnya dia orang lampung asli, hal inilah yang membuat komunikasi kami agak sedikit susah
Sumber: Dokumen pribadi

Sambil duduk memakan coklat dia bilang pada saya dengan menengadahkan tangan kirinya.
"Om minta duet"
Saya menjawab "om ndak ada, kamu tidak puasa? Kok makan coklat?"
Kemudian komunikasi kami terhambat, dia tidak paham logat saya,sayapun susah mencerna logatnya. (Di Menggala logat "R" kentara terdengar seperti cedal) nada pun ada penekanan yang saya belum memahami.

Akhirnya, saya coba jelaskan berluang-ulang.
"Kamu iqro berapa ? Om mau kasih kamu uang asalkan kamu mau om ajarin ngaji"
Dia menjawab "empat", dan menganggukan kepala tanda setuju saya mengajari dia membaca iqro.

Saya pun buru-buru mendownload iqro di hp, saya berdoa kuota yang tinggal 200Mb ini masih bisa mengunduh. Maklum saya tidak membawa pena dan kertas sekdar untuk mengajarkan pada anak itu.

Diapun duduk mendekat ketika saya tanyakan nama dan nama panjang dia tidak paham, saya sampai pusing mencari kata yang mudak ia pahami, namun setelah beberapa saat dia paham dan menjawab namanya Adkila (semoga penulisannya pun tepat).

Dalam fikiran saya, feminim juga nama Adkila untuk seorang anak laki-laki, hehehe, fokus kembali pada belajar iqro, segera saya buka aplikasi yang telah terunduh. Saya buka lembar pertama jilid satu. Yasalam dia tak paham satu huruf pun. 

Akhirnya saya paham, empat yang dia maksud adalah usianya, bukan level tahap iqro yang telah Adkila pelajari. Ternyata mengajarkan dua huruf "ا" dan "ب" pada Adkila susahnya bukan main. Dia tak kunjung hafal penyebutan dua bentuk huruf tersebut.

Rasanya seperti ketika saya dikirim Mubaligh hijrah saat di pondok dulu, atau sekedar mengajar ngaji seperti di masjid rumah ketika liburan, bedanya ini lebih susah. susah secara komunikasi, susah mentransfer pengetahuannya, tapi itulah tantangan terbesar yang harus bisa dilakukan. 

Adkila kembali meminta uang yang saya janjikan
Saya menjawab "om kasih uang ini (sembari saya keluarkan selembar lima ribuan) tapi kamu mau belajar satu halaman ini, taruh dulu coklatmu kita lanjut belajar"

Selesai juga 1 halaman lembar pertama jilid satu, saya betulkan juga cara dia meminta menggunakan tangan kanan, berkenalan dan bersalaman. Manner atau adab anak memang harus dilatih sejak dini.

Sebentar waktu saya minta dia tersenyum untuk saya foto, dia pun berterimakasih atas uang tersebut, mungkin juga atas ilmu yang didapat. Saya berharap pelajaran iqronya pun membekas. Ya, semoga lain waktu jika saya bertemu Adkila kembali, kemampuan iqronya sudah benar nyata sampai jilid empat. Amin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Doa Untuk Korban Bencana Gempa Turki dan Suriah

 Sumber foto : https://www.google.com/amp/s/www.cnnindonesia.com/teknologi/20230209070529-199-910769/benarkah-gempa-turki-buatan-manusia/amp Melihat berita tentang dahsyatnya bencana alam yang terjadi di Turki dan Suriah membuat saya menjadi sedih dan berduka, lewat timeline di Twitter maupun Youtube melihat beberapa video penyelamatan begitu mengharukan. Dalam benak ini teringat satu nama, Hasnan Nahar adik kelas ketika nyantri di Mu'allimin Muhammadiyah sekaligus adik tingkat di UIN Sunan Kalijaga yang sedang menempuh pendidikan di Turki. Saya bergegas membuka platform Instagram untuk mengirim pesan padanya, bersyukur ia dan rekan-rekan pelajar Indonesia di sana dalam kondisi aman dan baik. Ia hanya meminta selalu didoakan untuk keselamatannya. Hati sayapun sedikit tenang walaupun masih tersayat melihat bencana tersebut. Setiap ada bencana saya selalu kembali sadar dan merasa kecil, karena manusia itu bukan apa apa di hadapan Allah. Jika Allah berkehendak apapun bi

Hikmah Di Balik Ketidaktahuan!

Sebuah Hikmah Di Balik Ketidaktahuan! Mungkin para pembaca sudah pernah membaca tulisan semacam ini, namun penulis mencoba menyegarkan kembali dengan cara penyampaian yang penulis bisa lakukan. Sebuah hikmah dari ketidaktahuan. Beberapa tahun yang lalu, ketika penulis membuka media sosial facebook. Muncul sebuah share positif di beranda penulis dengan judul “dibalik ketidak tahuan”. Kurang lebih narasinya adalah sebagai berikut: Seorang Nabi Nuh belum tahu akan terjadi banjir yang besar saat beliau diperintahkan untuk membuat perahu.   Nabi Ibrahim belum tahu akan tersedia Domba ketika Pisau nyaris memenggal Buah hatinya. Nabi Musa belum tahu Laut terbelah saat dia diperintah memukulkan tongkatnya. Yg Mereka Tahu adalah bahwa Mereka harus Patuh dan Taat kepada Perintah Allah dan tanpa berhenti berharap yg terbaik. Ternyata dibalik KETIDAKTAHUAN kita, Allah telah menyiapkan Kejutan ! SERINGKALI Allah berkehendak di detik-detik terakhir dalam pengharapan dan ketaatan hamba